Posted by : Unknown
Selasa, 12 November 2013
Analisis Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)
dan Program Generasi Berencana (Genre)
Masih banyak masyarakat berargumen bahwa apabila perempuan sudah menstruasi pertama kali, sudah layak untuk menikah. Pada
saat ini, terutama di desa-desa, anak perempuan pada usia sangat dini
telah dinikahkan oleh orang tuanya. Menikah di usia muda akan membawa
banyak konsekuensi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial, disamping
itu menikah di usia muda memiliki potensi lebih besar gagal (cerai)
karena ketidaksiapan mental dalam menghadapi dinamika rumah tangga
tanggung jawab atas peran masing masing seperti dalam mengurus rumah
tangga, mencukupi ekonomi dan mengasuh anak.
Undang-undang
No. 23 Tahun 2002 Pasal 1 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. Maka dari itu, perkawinan pada
usia tersebut haruslah dicegah.
Namun,
undang-undang tersebut ternyata mengalami disharmonisasi dengan UU
Perkawinan No.1 Tahun 1974 yang menyebutkan bahwa perempuan hanya boleh
melangsungkan perkawinan jika telah mencapai usia 16 tahun dan usia 19
tahun bagi laki-laki dengan ketentuan mendapatkan izin dari orang tua.
Dengan usia seperti itu, semestinya belum bisa dianggap dewasa untuk
hubungan seksual karena belum memiliki kematangan secara fisik maupun
psikologis (Damanik; 2010).
Selain itu, menurut
laporan di Ditjen Badan Peradilan Agama, angka perceraian selalu
meningkat, dan perceraian disebabkan bermacam-macam alasan, antara lain
karena tidak harmonis, tidak bertanggung jawab, percekcokan terus
menerus, dan lain sebagainya. Tetapi jika ditelusuri lebih jauh lebih
disebabkan karena perkawinan dini.
Pengaruh pendewasaan usia perkawinan
dalam mewujudkan generasi berencana
Berdasarkan
analisis masalah di atas, telah diuraikan bahwa saat ini masih banyak
terjadi perkawinan usia muda, terutama pada perempuan di bawah 20 tahun.
Banyak faktor yang memengaruhi perkawinan usia muda ini, antara lain
faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya.
Ketentuan
batas usia perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
yakni sebenarnya sudah tidak sesuai lagi dengan zaman sekarang. Untuk
ukuran sekarang, 19 tahun bagi laki-laki berarti baru lulus Sekolah
Menengah Atas, dan 16 tahun bagi perempuan baru lulus Sekolah Menengah
Pertama. Selain
itu, peraturan perundang-undangan masih terlalu rendah mengatur usia
seseorang bisa menikah, telah memberikan persetujuan hubungan seksual
dan menafikan kenyataan bahwa anak-anak masih perlu didorong untuk
melanjutkan pendidikan serta menikmati masa remajanya.
Perkawinan yang
dilangsungkan pada umur tersebut secara psikis dipandang belum siap
untuk melakukan perkawinan dengan segala akibatnya, sehingga menurut
pengalaman ada persoalan sedikit saja berujung di Pengadilan Agama untuk
menyelesaikan perceraiannya. Menurut promovendus, H. Andi Syamsu Alam
SH, MH, perkawinan diijinkan bagi laki-laki sudah mencapai umur 21 tahun
dan bagi perempuan sudah mencapai umur 19 tahun karena menurut KUH
Perdata anak dipandang dewasa kalau sudah umur 21 tahun, mindset masyarakat mengawinkan anaknya sebelum umur tersebut, perlu diubah
Saat
ini telah diusulkan revisi terhadap Undang-undang (UU) Perkawinan,
khususnya pasal tentang umur minimal orang yang boleh menikah, yakni
minimal 20 untuk perempuan dan laki-laki 25 tahun. (Sugiri; 2010;
BKKBN). Hal ini didasarkan pada temuan di lapangan yang menyebutkan
banyak kendala pada keluarga yang memulai bahtera rumah tangganya tanpa
perencanaan matang dan masih terlalu muda.
Pada
dasarnya pernikahan usia dini tidak selamanya memberikan dampak
positif, tetapi memberikan dampak merugikan bagi masyarakat itu sendiri.
Maka dari itu, BKKBN memberikan solusi melalui Program Genre-nya, yakni
Program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP).
PUP
merupakan bagian dari Program KB untuk generasi muda dengan sebutan
Genre (Generasi Berencana). Dalam generasi berencana (Genre),
generasi/remaja pada masa transisi merencanakan kapan akan menikah
dengan menunda usia perkawinan sampai minimal 20 tahun untuk perempuan
dan 25 tahun untuk laki-laki. Dengan perencanaan dan persiapan kehidupan
berumah tangga, kapan harus hamil, berapa jarak kelahiran, dan
bercita-cita untuk mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera,
sehingga kelak menjadi keluarga yang berkualitas dan dapat mencegah
ledakan penduduk di masa yang akan datang.
Penundaan
usia perkawinan juga secara langsung memberi dampak mempercepat
penurunan tingkat kelahiran. Di samping itu, penundaan usia perkawinan
juga berakibat pada penurunan kematian ibu, anak, dan bayi karena pada
saat melahirkan ibu lebih matang dan dewasa.
Kesimpulan
PUP
merupakan bagian dari Program KB untuk generasi muda dengan sebutan
Genre (Generasi Berencana). Dalam generasi berencana (Genre),
generasi/remaja pada masa transisi merencanakan kapan akan menikah
dengan menunda usia perkawinan sampai minimal 20 tahun untuk perempuan
dan 25 tahun untuk laki-laki. Dengan perencanaan dan persiapan kehidupan
berumah tangga akan mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan
sejahtera, sehingga kelak menjadi keluarga yang berkualitas dan dapat
mencegah ledakan penduduk di masa yang akan datang.