Posted by : Unknown
Selasa, 12 November 2013
A. Definisi KTD
KTD atau
kehamilan tidak diinginkan adalah suatu kondisi pasangan yang tidak menghendaki
adanya kehamilan yang merupakan akibat dari suatu perilaku seksual (HUS) baik
secara sengaja maupun tidak sengaja. Kondisi tersebut dapat menimpa siapa saja,
baik yang sudah menikah maupun belum, baik remaja, pasangan muda, ibu – ibu setengah
baya, dan dari golongan mana pun ( Ma’ shum, 2002 ).
KTD tidak
selalu terjadi pada remaja atau pasangan yang belum menikah ada sebagian yang
pasangan yang sudah secara resmi secara menikah juga mengalaminya. Tidak semua
kehamilan disambut baik kehadirannya. Badan Kesehatan Dunia ( WHO )
memperkirakan dari 200 juta kehamilan per tahun; 38 % diantaranya merupakan
kehamilan yang tidak diinginkan, hal itu umumnya terjadi karena gagal
kontrasepsi dan alas an tertinggi untuk menghentikan kehamilan adalah alas an
psikososial ( karena terlalu banyak anak, anak bungsu masih terlalui kecil,
takut karena kekerasan dalam rumah tangga, takut pada orangtua atau pada
masyarakat ).
Sebenarnya
KTD bukan hal yang baru, namun saat ini seakan – akan menjadi berita baru karena
jumlah kasus yang ‘mulai’ terungkap di permukaan kian besar, ditambah lagi
kasus – kasus perkosaan yang menimpa remaja akhir – akhir ini kian
memprihatinkan ( Tito, 2003 ).
Faktor
Unwanted Pregnancy :
1. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan.
2. Tidak mengutamakan alat kontrasepsi, terutama untk perempuan yang telah menikah.
3. Kegagalan alat kontrasepsi
4. Kehamilan yang diakibatkan oleh pemerkosaan
5. Kondisi kesehatan tubuh yang tidak mengizinkan kehamilan
6. Persoalan ekonomi (biaya melahirkan dan membesarkan anak)
7. Alasan karir atau masih sekolah
8. Kehamilan karena incest
9. Kondisi janin yang dianggap cacat berat atau berjenis kelamin yang yidak diinginkan (DepKes RI, 2003).
1. Ketidaktahuan atau minimnya pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan.
2. Tidak mengutamakan alat kontrasepsi, terutama untk perempuan yang telah menikah.
3. Kegagalan alat kontrasepsi
4. Kehamilan yang diakibatkan oleh pemerkosaan
5. Kondisi kesehatan tubuh yang tidak mengizinkan kehamilan
6. Persoalan ekonomi (biaya melahirkan dan membesarkan anak)
7. Alasan karir atau masih sekolah
8. Kehamilan karena incest
9. Kondisi janin yang dianggap cacat berat atau berjenis kelamin yang yidak diinginkan (DepKes RI, 2003).
B. Sebab KTD
Kehamilan
Tidak Diinginkan ( KTD ) banyak terjadi karena pola hubungan suami- istri tidak
seimbang, yang mengakibatkan hubungan seksual sebagai awal terjadinya kehamilan
seringkali dipahami sebagai kewajiban ( agama ) istri saja. Istri diposisikan untuk melayani suami
kapan saja sementara akibat dari hubungan ini ( antara lain KTD ) hanya istri
seorang yang menanggung. Selain terjadi pada remaja, KTD justru banyak dialami
oleh ibu – ibu dengan keluarga harmonis.
Alasan – alasan tersebut dapat
disebabkan oleh beberapa hal :
1. Pemahaman / pengetahuan tentang
proses terjadinya kehamilan sangat minim.
Kebanyakan orang hanya tahu bahwa
hubungan seks akan membuat perempuan hamil, tanpa mengetahui dengan rinci
proses terjadinya menstruasi dan kehamilan yang benar dan lengkap.
2. Pemahaman / pengetahuan tentang
kontrasepsi yang masih rendah, kebanyakan masih banyak yang belum paham tentang
cara memakainya dengan benar, efek samping yang dapat ditimbulkan, dan
bagaimana jika terjadi efek samping.
3. Nasib Remaja
Putri
Nilai-nilai
patriarkhis yang berurat akar di masyarakat kita telah meletakkan remaja putri
jauh di luar jarak pandang kita dalam kesehatan reproduksi. Undang-undang no.
20/ 1992 mentabukan pula pemberian layanan KB untuk remaja putri yang belum
menikah. Bahkan mitos pun memojokkan remaja putri, untuk membujuk-paksa mereka
supaya bersedia berhubungan seks secara "suka-sama-suka", bahwa
hubungan seks yang hanya dilakukan sekali takkan menyebabkan kehamilan.
Berbagai metode kontrasepsi "fiktif" juga beredar luas di kalangan
remaja. Ketika pencegahan gagal dan berujung pada kehamilan,
lagi-lagi remaja putri yang harus bertanggung jawab.
Kehamilan yang tidak diinginkan
terjadi karena :
1. Penundaan dan peningkatan jarak usia
nikah dan semakin dininya usia menstruasi pertama ( menarche ). Usia menstruasi
yang semakin dini dan usia kawin yang semakin tinggi menyebabkan ‘ masa – masa
rawan semakin panjang. Hal ini terbukti dengan banyaknya kasus hamil di luar
nikah.
2. Kondisi kesehatan ibu yang tidak
mengizinkannya untuk hamil. Bila kehamilannya diteruskan, maka dapat
membahayakan keselamatan ibu dan bayinya.
3. Ketidaktahuan atau minimnya
pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat menyebabkan kehamilan. Dan
banyak mitos yang dipercaya oleh para remaja yang belum ada penjelasan
medisnya.
a. Satu kali sexual intercourse tidak
akan hamil
b. Sesudah sexual intercourse vagina
dicuci dengan minuman berkarbonasi
c. Loncat – loncat sesudah sexual
intercourse agar tidak terjadi pembuahan
d. Minum pil tuntas untuk menggugurkan
kehamilan
e. Tidak tahu apa itu sexual
intercourse (utamadi, 2007)
4. Adanya keadaan sosial yang tidak
memungkinkan (misal ; incest)
5. Tidak menggunakan alat kontrasepsi selama
melakukan hubungan seksual.
a. Harga yang terlalu mahal
b. Stok terbatas
c. Tidak tahu guna dan keberadaannya
6. Kegagalan alat kontrasepsi,
a. Kerusakan fisik
b. Kesalahan teknis
Untuk kasus remaja akibat mereka menggunakan
alat kontrasepsi tanpa disertai pengetahuan yang cukup tentang metode
kontrasepsi yang benar.
7. Akibat pemerkosaan,
8. Dalam lingkungan yang tidak
mengijinkan untuk terjadinya kehamilan ( misal; sekolah, training ).
C. Dampak KTD
Remaja
dimungkinkan untuk menikah pada usia dibawah 20 tahun sesuai dengan Undang –
undang Perkawinan No. 1 Tahun 1979 bahwa usia minimal menikah bagi
perempuan adalah 16 tahun dan bagi laki – laki 18 tahun. Tingginya angka
pernikahan dini di Indonesia antara lain dipengaruhi budaya masyarakat yang
menganggap seorang perempuan telah siap menikah setelah memperoleh menstruasi
pertama.Bahkan,ada pula anggapan bila seorang perempuan yang tidak segera
menikah setelah memasuki usia 16 tahun merupakan aib keluarga.
Bagi
keluarga miskin, perkawinan dini merupakan suatu kesempatan untuk melepaskan
tanggung jawab keluarga terhadap anak perempuan-nya dan akan menjadi tambahan
tenaga pencari nafkah bagi keluarga. Dari berbagai studi yang dilakukan,
ternyata tingkat pengetahuan masyarakat,baik orang tua,anak,bahkan bidan maupun
petugas kesehatan lapangan, terhadap kesehatan reproduksi masih sangat rendah.
Perlu diingat beberapa hal sebagai
berikut tentang kerugian dan bahaya KTD pada remaja.
1. Karena remaja atau calon ibu merasa
tidak ingin dan tidak siap untuk hamil maka ia bisa saja tidak mengurus dengan
baik kehamilannya. Yang seharusnya ia mengkonsumsi minuman, makanan, vitamin
yang bermanfaat bagi pertumbuhan janin dan bayi nantinya bisa saja hal tersebut
tidak dilakukannya. Begitu pula ia bisa menghindari kewajiban untuk melakukan
pemeriksaan teratur pada bidan atau dokter. Dengan sikap – sikap tersebut di
atas sulit dijamin adanya kualitas kesehatan bayi yang baik.
2. Ibu muda pada waktu hamil sering
mengalami ketidakteraturan tekanan darah yang dapat berdampak pada keracunan
kehamilan serta kekejangan yang berakibat pada kematian.
3. Penelitian juga memperlihatkan bahwa
kehamilan usia muda ( dibawah 20 tahun ) seringkali berkaitan dengan munculnya
kanker rahim. Ini erat kaitannya dengan belum sempurnanya perkembangan dinding
rahim.
4. Sulit mengharapkan adanya perasaan
kasih sayang yang tulus dan kuat dari ibu yang mengalami KTD terhadap bayi yang
dilahirkannya nanti. Sehingga masa depan anak mungkin saja terlantar.
5. Tekanan lingkungan bisa terjadi pada
remaja.
6. Putus sekolah.
7. Mengakhiri kehamilannya atau sering
disebut sebagai aborsi. Di Indonesia aborsi dikatagorikan sebagai tindakan
illegal atau melawan hukum. Karena tindakan aborsi adalah illegal maka sering
dilakukan secara sembunyi – sembunyi dan karenanya dalam banyak kasus jauh dari
jaminan kesehatan ( unsafe ).
Kehamilan
sebelum pernikahan dan aborsi mengakibatkan stigma dan pengalaman yang terjadi
pada wanita single. Keluarga berencana yang dilaksanakan pemerintah secara
resmi tidak mengijinkan penyediaan contrasepsi untuk perempuan dan lelaki yang
belum menikah dan juga akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi juga
dibatasi. Perempuan yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan akan menghadapai
berbagai masalah antara lain :
1. Menghadapi rasa malu bagi individu
dan keluarga
2. Kemungkinan “ pernikahan kompromi “.
3. Ditinggalkan pasangan.
4. Single Mother.
5. Stigma pada anak.
6. Pemutusan secara dini dari sekolah.
7. Pemutusan pemasukan dan pekerjaan (
Bennet, 2001 ).
D. Tindakan Remaja Ketika Mengalami KTD
Banyak
sekali remaja yang mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan ( KTD ) menangani
masalah mereka sendiri secara diam – diam tanpa bantuan medis maupun tanpa
sepengetahuan orang tua mereka. Hal ini terjadi karena banyak hal antara lain
hukuman dari orang tua dan masyarakat sekitar lebih menakutkan mereka daripada
kekhawatiran terhadap tubuhnya sehingga banyak dari mereka yang mengalami KTD
memilih mengakhiri kehamilannya karena takut hukuman dari orang tua dan masyarakat.
Selain itu tindakan yang mereka lakukan mereka anggap aman karena mereka
mendapatkan informasi tersebut kurang akurat ( Zaenal, 2006 ).
Karena
alasan itu pula orang pertama yang diberi tahu akan kehamilannya bukanlah orang
tua remaja putrid tetapi pacarnya. Mereka berharap sang pacar bertanggung jawab
atau ikut mencarikan solusi akan kehamilannya. Orang lain yang diberi tahu
selain sang pacar biasanya adalah sahabat terdekat.
Perempuan
muda yang belum menikah hanya dapat melanjutkan kehamilannya yang tidak
diinginkan secara sah dengan melaksanakan pernikahan, mereka terpaksa melakukan
aborsi untuk menghindari bahaya bagi masa depan mereka yang dikarenakan tidak
terlaksananya pernikahan ( Bennet, 2001 ).
Kehamilan yang
tidak diinginkan akan mendorong ibu untuk melakukan tindakan pengguguran
(aborsi). Salah satu masalah yang harus kita hadapi bersama adalah tingginya
angka aborsi di kalangan remaja. Tingkat aborsi di Indonesia dalam
setahunnya mencapai 2,3 juta dengan rincian 1 juta merupakan aborsi spontan,
0,6 juta karena kegagalan KB dan 0,7 juta karena tidak pakai KB. Dari jumlah
tersebut lebih dari 50% merupakan abortus unsafe. Dengan melihat angka tersebut
diperkirakan banyak sekali aborsi yang dilakukan oleh bukan pasangan suami
isteri termasuk remaja yang belum menikah.
Reaksi
awal remaja pada umumnya adalah keinginan dan usaha untuk aborsi. Usaha aborsi
awal itu menggunakan cara – cara yang bervariasi, mulai dari self- treatment
sampai meminta bantuan tenaga medis. Sebagian remaja ingin mengakhiri kehamilan
yang tidak diinginkan dengan cara – cara yang tidak aman malah berbahaya bagi
kesehatannya sendiri, misalnya :
1. Meminum ramuan atau jamu baik yang
dibuat sendiri maupun yang dibeli ( minum jamu – jamu tradisional pelancar haid
yang dijual bebas di pasaran umum dengan dosis tinggi; dengan meminum ramuan
tradisional yang diracik sendiri seperti ragi tape dan air perasan buah nanas
muda, Cytotec produksi Searle Pfizer ( generic : misosprostol )- obat maag ).
2. Memijat peranakannya atau mencoba
mengeluarkan janin dengan alat – alat yang membahayakan dengan bantuan dukun
pijat atau tukang urut tradisional.
3. Meminum obat – obatan medis yang
diberikan oleh dokter atau bidan atau sepengetahuan mereka dari informasi yang
didapatkan dari sumber yang tidak bertanggung jawab.
Cara
– cara tersebut di atas sangat membahayakan bagi kesehatan perempuan yang
mengalami KTD karena tindakan tersebut bisa mengakibatkan perdarahan, infeksi
hingga kematian si calon ibu. Jika dengan cara – cara tersebut kehamilan tidak
berhasil diakhiri kemungkinan janin mengalami kecacatan mental maupun fisik
dalam masa pertumbuhannya. Konsekuensi lain adalah bahwa kehamilan tak
diinginkan mengakibatkan anak yang dilahirkan tidak bisa tumbuh kembang
optimal, sinyalemen Ninuk Widyantoro, psikolog YKP. Faktor penyebabnya adalah
jelas karena sang anak merasa tertolak secara kejiwaan tentunya disamping
akibat upaya – upaya penghentian KTD. Dengan demikian maka perempuan dengan KTD
perlu diberi konseling ( Utomo, 2001 ).
E. Perspektif Seksualitas dan
Budaya
Penelitian
antropologi reproduksi mencatat hubungan yang komplek mencakup kejadian
kehamilan. Berkaitan dengan niat, harus menguji ketidaksetaraan gender dan
kontruksi budaya tentang hubungan dan seksualitas membentuk hubungan wanita
dengan pasangannya. Selain itu juga berfokus pada hubungan wanita dengan
keluarga, teman sebaya, dan layanan kesehatan. Jadi kehamilan selain sebagai
produk niat individu dan pengaruh social ekonomi.
Niat
kehamilan diterjemahkan dalam keterbatasan akses terhadap sumber atau layanan
kesehatan, atau keterbatasan kontrak terhadap tubuh perempuan. Adanya
ketidaksetaraan jender seringkali wanita tidak dapat mengontrol bahkan pada
keadaan intercourse, setidaknya keputusan untuk melahirkan anak.
Sikap
dan perilaku pasangan pria dapat mempengaruhi niat wanita, perilaku seksual,
penggunaan kontrasepsi dan menjadi orang tua dari perkawinan. Kehamilan juga
terkait dengan ketersediaan dan kesiapan metode pencegahan kehamilan, permulaan
seksual yang lebih awal, dan perubahan pasangan seksual selama reproduksi
wanita.
F. Pencegahan KTD
` Pendidikan kesehatan
reproduksi remaja, termasuk di dalamnya informasi tentang keluarga berencana
dan hubungan antargender, diberikan tak hanya untuk remaja melalui sekolah dan
media lain, tetapi juga untuk keluarga dan masyarakat.
Meneruskan upaya meretas hambatan sosial budaya dan agama
dalam persoalan reproduksi dan seksualitas remaja, melibatkan kelompok
masyarakat yang lebih luas, seperti ulama-rohaniwan, petinggi adat untuk
menilai, merencanakan dan melaksanakan program yang paling tepat untuk
kesehatan reproduksi remaja, termasuk juga mendorong keterbukaan dan komunikasi
dalam keluarga.
Apa pun yang dirancang dengan baik takkan berjalan
sempurna tanpa kerja yang sungguh-sungguh untuk mendengar remaja kita, berupaya
memenuhi kebutuhan psikologisnya, memuaskan rasa ingin tahunya, sembari
mengajari mereka menjalani kehidupan dengan bertanggung jawab.
Pada
remaja KTD dapat menjadi sesuatu yang sangat memalukan dan dapat merusak masa
depan mereka, oleh karena itu alangkah baiknya bila kita dapat mencegah hal
tersebut sebelum terjadi, Kehamilan Tidak Diinginkan dapat dicegah dengan :
1. Cara paling efektif adalah dengan
tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.
2. Memanfaatkan waktu luang dengan
melakukan kegiatan positif seperti olahraga seni dan keagamaan.
3. Hindari perbuatan yang akan
menimbulkan dorongan seksual, seperti meraba tubuh pasangan atau menonton video
porno.
4. Memperoleh informasi tentang manfaat
dan penggunaan alat – alat kontrasepsi.
5. Mendapatkan keterangan tentang
kegagalan alat – alat kontrasepsi dan cara – cara penanggulangannya.
6. Untuk pasangan yang sudah menikah
seyogyanya memakai cara KB untuk kegagalan yang rendah seperti sterilisasi,
susuk KB, IUD dan
suntikan (
Depkes, 2003 ).
G. Penanggulangan Kasus Kehamilan Pada
Remaja
Memang
kita tidak pernah menginginkan Kehamilan Tidak Diinginkan terjadi pada remaja
karena akan menimbulkan banyak dampak, apalagi diperparah belum terbentuknya
hubungan pernikahan pada remaja yang telah hamil. Apabila Kehamilan Tidak
Diinginkan terlanjur terjadi pada remaja, maka ada beberapa hal yang bisa kita
lakukan agar kehamilan yang terjadi tersebut tidak berbahaya dan dapat
diselesaikan dengan baik. Beberapa hal yang dapat kita lakukan antara lain :
1. Bersikap bersahabat dengan remaja.
2. Memberikan konseling pada remaja.
3. Apabila ada masalah yang serius agar
diberikan jalan keluar yang terbaik dan apabila belum bisa terselesaikan supaya
dikonsultasikan ke SpOG, SpKK, psikolog, psikiater.
4. Memberikan alternatif penyelesaian
yaitu :
a. Diselesaikan dengan kekeluargaan.
b. Segera menikah.
c. Konseling kehamilan dan persalinan.
d. Pemeriksaan kehamilan sesuai
standart.
e. Bila ada gangguan kejiwaan rujuk ke
psikiater.
f. Bila ada resiko tinggi kehamilan,
rujuk ke SpOG.
g. Bila tidak terselesaikan dengan
menikah, keluarga supaya menerima dengan sebaik – baiknya.
h. Bila ingin menggugurkan, berikan
konseling resiko pengguguran.
i. Persiapan mengikuti KB.
5. Membentuk jejaringan dengan yayasan
yang direkomendasikan depsos untuk mengadopsi bayi dari hasil KTD ( Depkes,
2003 ).
6. Sebaiknya remaja yang masih
bersekolah tidak dikeluarkan dari sekolah atau diberikan cuti hamil ( Tito,
2003 ).